Menurut Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, tidak ada satu pasal pun yang menyatakan bahwa kreditur melalui pihak ketiga (debt collector) dapat menarik kendaraan bermotor (objek jaminan fidusia) yang mengalami kegagalan pembayaran kredit.
Namun, berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang diperbolehkan adalah meminta sesuai ketentuan Pasal 30 dalam penjelasan Undang-Undang Jaminan Fidusia, yang menyebutkan:
“Dalam hal Pemberi Fidusia tidak menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.”
Maka, sesuai ketentuan di atas, tidak ada satu frasa pun dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menyebutkan bahwa pihak leasing mempunyai hak untuk “menarik” kendaraan bermotor (objek jaminan fidusia) seperti yang diketahui oleh masyarakat luas. Yang diperbolehkan oleh Undang-undang adalah meminta, dan kegiatan “meminta” ini diperbolehkan selama ada ketentuan wanprestasi dan debitur secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia.
Perlu diketahui pula, berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Jaminan Fidusia, yang menyatakan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Dalam penjelasan ini disebutkan bahwa ketika debitur mengalami cidera janji/wanprestasi, kreditur memiliki kewajiban untuk menyerahkan secara sukarela objek jaminan fidusia tersebut.
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan oleh Debitur
Jika kreditur melalui pihak ketiga (debt collector) meminta kembali objek jaminan fidusia (mobil/motor), debitur perlu memperhatikan hal-hal berikut:
- Surat Kuasa yang Asli:
- Surat kuasa tidak boleh berupa fotokopi.
- Surat kuasa tidak boleh foto dari handphone.
- Pemberi kuasa harus direktur yang mewakili perseroan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 Ayat 5, direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Jadi, surat kuasa harus ditandatangani oleh direksi perusahaan leasing, dan penerima kuasa memiliki kuasa penuh untuk mewakili pihak leasing.
- Kartu Identitas Asli Penerima Kuasa.
- Sertifikat Jaminan Fidusia yang Asli.
- Kartu Sertifikat Profesi Resmi yang diterbitkan oleh Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).
Jika pihak ketiga tidak mampu memenuhi persyaratan di atas, debitur (pemberi fidusia) tidak berkewajiban untuk menyerahkan objek jaminan fidusia (mobil/motor) kepada pihak tersebut. Hal ini penting untuk mencegah kecurangan yang dapat merugikan baik kreditur maupun debitur.
Kesimpulan
Dengan memahami ketentuan di atas, debitur dapat menyadari bahwa jika terjadi kegagalan pembayaran dalam proses kredit kendaraan bermotor, debitur sebaiknya menyerahkan secara sukarela unit kendaraan bermotor tersebut (objek jaminan fidusia). Jika kreditur atau pihak ketiga meminta unit kendaraan bermotor tersebut, pastikan semua persyaratan di atas terpenuhi sebelum menyerahkan objek jaminan fidusia.
Demikian artikel ini dibuat, semoga bermanfaat.
Ditulis oleh: Yonathan Abraham Selamun, S.H. (Associate di Robertus & Associates)
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019.