robertuslitigasi.com

Artikel

Apakah Tidak Bayar Utang Dapat Dipidana?

slide_007

Banyak masyarakat yang mengeluh mengenai banyaknya utang yang belum dibayarkan. Masalah ini sering terjadi, namun masyarakat bingung untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ada beberapa pertanyaan yang muncul, seperti apakah masalah ini termasuk ke dalam ranah Hukum Perdata? Apakah masalah mengenai utang yang belum dibayarkan dapat termasuk ke dalam ranah Hukum Pidana atau Hukum Perdata? Berikut kami dapat sampaikan jawaban untuk membantu pertanyaan-ertanyaan yang timbul dari permasalahan yang muncul dari masyarakat. Sebelum masuk kedalam pembahasan, kami akan menjelaskan mengenai dasar hukum sebuah perjanjian, dan dalam artikel ini secara khusus membahas mengenai perjanjian utang – piutang.

Syarat sah perjanjian:

Pasal 1320 KUHPerdata :

“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat :
Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
Suatu pokok persoalan tertentu;
Suatu sebab yang tidak terlarang.”

Setelah itu, perjanjian yang dibuat menjadi Undang-Undang bagi para pihak yang terikat pada perjanjian tersebut (Pacta sunt servanda) sesuai dengan pasal berikut.

Pasal 1338 KUHPerdata :

“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan dalam undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

Kemudian, ketentuan Wanprestasi diatur dalam :

Pasal 1238 KUHPerdata :

“Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”

Menurut penjelasan tersebut, wanprestasi adalah kondisi dimana debitur (orang yang meminjam uang) dinyatakan lalai terkait dengan suatu perintah atau akta yang sejenis itu berdasarkan kekuatan perikatan itu sendiri.

Kemudian di dalam Buku Hukum Perjanjian oleh Prof. Subekti, S.H., dinyatakan:

“Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat macam:

Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya”

Contoh kasus wanprestasi : X meminjam uang kepada Y untuk membuka usaha jual beli motor, dan dijanjikan akan dikembalikan dalam jangka waktu satu tahun. Setelah satu tahun berjalan, ternyata tidak dikembalikan uangnya dan dalam usahanya mengalami kerugian dalam usaha jual beli motor tersebut (usaha tersebut ada dan dapat dibuktikan kerugiaanya).

Menurut penjelasan – penjelasan diatas, tidak membayar utang termasuk kedalam wanprestasi. Namun, apakah tidak membayar utang dapat dipidana?

Pasal 378 KUHP:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, atau pun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Pasal 372:

“Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi bearada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda…….”

Untuk mengetahui apakah dapat  diproses secara pidana atau tidak, harus dipenuhi dua unsur, yaitu adanya unsur actus reus (physical element) dan unsur mens rea (mental element). Unsur actus reus adalah esensi dari kejahatan itu sendiri atau perbuatan yang dilakukan, sedangkan unsur mens rea adalah sikap batin pelaku pada saat melakukan perbuatan.

Contoh kasus : A meminjam uang kepada B untuk membuka usaha kedai kopi. B menjanjikan akan mengembalikan sejumlah uang tersebut dalam waktu 6 (enam) bulan. Perjanjian tersebut pun dibuat dalam tertulis. Setelah 6 (enam) bulan berlalu, B tidak mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam kepada A dan B menggunakan uang tersebut untuk membeli sebuah mobil dan berfoya – foya.

Berdasarkan contoh di atas, dapat dilihat bahwa peristiwa tersebut merupakan tindak pidana karena perbuatan B menguntungkan diri sendiri dengan menggunakan rangkaian kebohongan untuk menggerakkan A untuk menyerahkan uang kepada B, kemudian B menguasai sejumlah uang milik A dan bukan karena kejahatan karena ada perjanjiannya. Selain penipuan, B juga dapat disangkakan pasal penggelapan yaitu dana milik A berada pada penguasaan B, sebagaimana di dalam pasal 372 KUHP.

Kesimpulan

Menurut hemat kami, tidak membayar utang dapat dipidana tetapi harus melihat unsur actus reus dan mens rea terlebih dahulu. Kemudian perlu dilihat keseluruhan peristiwa tersebut, seperti contoh yang telah disebutkan diatas. Namun perlu diingat, bahwa di dalam Hukum Pidana, perlu dipenuhi dua alat bukti yang sah sesuai dengan sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 184 KUHAP, yait Keterangan saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk, dan Keterangan terdakwa.

Demikian artikel ini dibuat, semoga bermanfaat.

Ditulis oleh: Muhammad Raditya Vijayaputro, S.H. (Associate di Robertus & Associates)

Dasar Hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Referensi:
Hukum Perjanjian – Karya Prof. Subekti, S.H.

Share:
Jadwalkan Pertemuan
Jika Anda membutuhkan pelayanan kami, jangan ragu untuk mengubungi kami. Kami akan segera menghubungi Anda. Solusi hukum Anda hanya dengan satu klik saja.